sekedar cerita

JANGAN PERNAH KAMU MENYAKITI


Pernah ada anak lelaki dengan watak buruk.

Ayahnya memberi dia sekantung penuh paku, dan menyuruh memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.

Hari pertama dia memaku 37 batang di pagar.

Pada minggu-minggu berikutnya dia belajar untuk menahan diri, dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari.

Dia mendapatkan bahwa lebih gampang menahan diri daripada memaku di pagar.

Akhirnya tiba hari ketika dia tidak perlu lagi memaku sebatang paku pun dan dengan gembira disampaikannya hal itu kepada ayahnya. Ayahnya kemudian menyuruhnya mencabut sebatang paku dari pagar setiap hari bila dia berhasil menahan diri/bersabar.Hari-hari berlalu dan akhirnya tiba harinya dai bisa menyampaikan kepada ayahnya bahwa semua paku sudah tercabut dari pagar.

Sang ayah membawa anaknya ke pagar dan berkata :

Anakku, kamu sudah berlaku baik, tetapi coba lihat betapa banyak lubang yang ada dipagar. Pagar ini tidak akan kembali seperti semula.Kalau kamu berselisih paham atau bertengkar dengan orang lain, hal itu selalu meninggalkan luka seperti pada pagar. Kau bisa menusukkan pisau di punggung orang dan mencabutnya kembali, tetapi akan meninggalkan luka. Tak peduli berapa kali kau meminta maaf/menyesal, lukanya tinggal.

Luka melalui ucapan sama perihnya seperti luka fisik.

Kawan-kawan adalah perhiasan yang langka. Mereka membuatmu tertawa dan memberimu semangat. Mereka bersedia mendengarkan jika itu kau perlukan, mereka menunjang dan membuka hatimu.

Tunjukkanlah kepada teman-temanmu betapa kau menyukai mereka.

Keindahan persahabatan adalah bahwa kamu tahu kepada siapa kamu dapat mempercayakan rahasia.(Alessandro Manzoni)

KESABARAN ORANG TUA

Dipagi yang cerah saat fajar mulai memunculkan wajahnya

Duduk diatas kursi roda orang tua dengan didampingi seorang pemuda yang gagah

Seekor burung murai hinggap dipohon rindang sambil menunjukan suaranya yang merdu

Sang ayah bertanya pada anaknya “ nak burung apakah yang hinggap di pohon kita”

Ucap dia sambil sesekali terbatuk

“ooh itu burung murai yah” jawab si anak menerangkan

Lima menit kemudian sang ayah bertanya kembali “nak burung apakah yang hinggap di pohon kita” pelan ia berkata smbil mengerutkan dahi

“itu burung murai yah” jawabnya dengan sedikit keras

Tak selang berapa lama sang ayah bertanya kembali “ nak burung apakah yang hinggap di pohon kita”dengan suara yang sudah mulai serak karena dimakan usia

“ayah ini ngga ngerti – ngerti kalau dibilangin itu burung murai emang ngga jelas apa jawaban saya” bentak sang anak dengan suara yang cukup keras.

Sang ayah kemudian pergi kedalam dengan kursi rodanya

Dan kembali lagi dengan sebuah buku harian

Pelan dia membuka buku itu dan ditunjukan pada sang anak

Kamu lihat buku ini dan bacalah

Ini kisahmu disaat masih kecil

Ucap sang ayah memulai ceritanya

Disaat kamu berumur lima tahun, dipagi yang seperti ini dan diatas pohon itupun ada seekor burung murai hinggap.

Kamu bertanya kepada ayah “ayah burung apakah yang hinggap dipohon kita”

Dan ayah menjawab “itu burung murai nak”

Setiap lima menit kamu mengulang pertanyaan itu terus dan terus kamu mengulangnya sampai lima belas kali kamu bertanya

Dan ayah menjawab semua pertanyaanmu dengan sabar sampai lima belas kali pula…

Sang anakpun terdiam dan tertunduk.

Disini kita bisa memetik hikmah bahwa kesabaran orang tua kita dalam membesarkan dan mendidik kita diibaratkan lima belas kali lebih besar daripada balasan yang sudah kita berikan. Bahkan kita tak memberikan balasan apapun pada orang tua kita.

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial